A. Pendahuluan
Seiring dengan bertambahnya populasi manusia yang berarti bertambah pula kebutuhan yang di perlukan untuk mendukung hidupnya sangat berpengaruh pada keanekaragaman komponen suatu ekosistem, baik itu ekosistem perairan maupun daratan. Salah satu contoh adalah yang terjadi di daerah kabupaten Landak Kalimantan Barat. Terlihat nyata bahwa di beberapa daerah, kerusakan ekosistem sangat memprihatinkan. Misalnya penambangan emas tanpa izin di Mandor, pembalakan hutan di sekitarnya, dan perluasan area perkebunan kelapa sawit di Ngabang yang juga sedang merambah di daerah-daerah sekitarnya.
Dampak dari kegiatan tersebut adalah berkurangnya komponen-komponen penyusun ekosistem, baik ekosistem sungai maupun daratan. Komponen-komponen tersebut meliputi komponen abiotik dan komponen biotic. Langkah-langkah atau upaya konservasi telah di buat dalam bentuk undang-undang, namun pelaksanaannya lah yang belum terrealisasikan, sehingga keanekaragaman komponen penyusun ekosistem terus berkurang seiring berjalannya waktu.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja bentuk-bentuk ancaman terhadap ekosistem sungai di kabupaten landak?
2. Tindakan apa saja yang bisa dilakukan mengurangi ancaman terhadap ekosistem sungai di kabupaten landak?
C. Pembahasan
1. PETI
Setelah pemberantasan illegal logging ditegakkan, kini muncul episode lainnya illegal mining, Tiga (3) titik yang menjadi lokasi PETI dalam skala besar di Kalimantan Barat yang salah satunya adalah kabupaten Landak,. Selain itu ada Ketapang dan Bengkayang yang merupakan target utama Polda KalBar ("Kapolda Perintahkan Basmi PETI" Tribun Pontianak, Rabu 10/06/2009).
Penambangan emas memang menimbulkan dilema antara pemerintah dan penambang. Ketika ada razia yang dilakukan pihak yang berwenang para penambang sampai merusak kantor polisi mandor.
"Mendulang emas dan intan adalah mata pencaharian mereka sejak nenek moyang, dan mereka melawan atas dasar untuk memperjuangkan hidup atau mati demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945" kata juru bicara mereka Asnawi SP ketika datang demonstrasi ke DPRD Landak.
Jika demikian alasan yang diajukan maka mana yang kita pilih: tetap membiarkan hutan-hutan kita digunduli, PETI merajalela, sehingga ekosistem lingkungan kita hancur lebur sehingga mereka bisa tenang dan nyaman dalam bekerja. Ataukah tetap menindak tegas mereka dengan apapun konsekwensinya demi tetap terjaganya kelestarian hutan, ekosistem yang masih tersisa di kabupaten Landak ?
Mengapa PETI menjadi berbahaya? Jawabannya ada 2:
(1) PETI memerlukan lahan. Para penambang tidak memperhatikan efek lingkungan yang terjadi pada tempat mereka menambang. Ketika mereka melakukan penambangan di sungai, maka sungai menjadi dangkal dan keruh. Ketika penambangan terjadi di darat, maka pohon-pohon dan tanah di sekitar daerah penambangan akan mengalami kerusakan, dan contoh mudahnya bisa kita temui di kawasan hutan lindung mandor yang berdampingan dengan makam juang mandor yang mana sejak reformasi hutan lindung tinggal cerita dan makam juang ikut tergusur oleh ulah penambang emas;
(2) Pencemaran logam berat merkuri (Hg) pada tanah dan air sangat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Senyawa merkuri dalam bentuk Hg(II) dapat terikat pada residu sistein protein/enzim manusia/binatang sehingga protein/enzim kehilangan aktivitasnya. Selain Hg(II), senyawa merkuri paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah senyawa organomerkuri, khususnya metilmerkuri dan fenilmerkuri. Senyawa ini bersifat sangat reaktif dan mempunyai mobilitas tinggi dibanding dengan Hg(O) atau Hg(II). Hal ini disebabkan gastrointestine manusia dapat menyerap sekitar 95% senyawa metilmerkuri (Rugh et al, 2000), dan senyawa ini juga dapat menyerang syaraf manusia melalui peredaran darah (Bizily et al, 2000). Pada lingkungan perairan (aquatic) atau laut (marine) senyawa metilmerkuri mengalami biomagnification melalui jaringan makanan, khususnya untuk jaringan makanan di air (Bizily et al, 2000). Biomagnification terjadi jika metilmerkuri mencemari perairan atau laut. Sumber pencemaran merkuri dapat disebabkan oleh proses geologi dan biologi. Senyawa merkuri yang terdapat pada batu dan tanah dikikis oleh hujan dan angin. Meskipun demikian, hal itu tidak sebanding jumlahnya bila dibandingkan dengan pencemaran merkuri yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti: pembakaran batubara, beberapa jenis produk minyak bumi, penggunaan fungisida merkuri, katalisator merkuri dan penambangan emas yang menggunakan merkuri untuk ekstraksi partikel emas.
Salah satu usaha untuk detoksifikasi merkuri dapat dilakukan menggunakan mikroorgansime resisten merkuri, misalnya bakteri resisten merkuri. Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten merkuri memiliki gen resisten merkuri, mer operon (Silver & Phung 1998). Struktur mer operon berbeda untuk tiap jenis bakteri.
Umumnya struktur mer operon terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen transpor merkuri (merT, merP, merC), gen merkuri reduktase (merA) dan organomerkuri liase (merB). Menurut Liebert et al, (1999), model mekanisme resisten merkuri bakteri gram negatip adalah sebagai berikut Hg(II) yang masuk periplasma terikat ke pasangan residu sistein MerP. Selanjutnya MerP mentransfer Hg(II) ke residu sistein MerT atau MerC. Akhirnya ion Hg menyeberang membran sitoplasma melalui proses reaksi pertukaran ligan menuju sisi aktif flavin disulfide oksidoreduktase, merkuri reduktase (MerA). Merkuri reduktase mengkatalisis reduksi Hg(II) menjadi Hg(0) volatil dan sedikit reaktif. Akhirnya Hg(0) berdifusi dilingkungan sel untuk selanjutnya dikeluarkan dari sel. Bakteri yang hanya memiliki protein merkuri reduktase (MerA) disebut dengan bakteri resisten merkuri spektrum sempit. Beberapa bakteri selain memiliki protein merkuri reduktase (MerA) juga memiliki protein organomerkuri liase (MerB). MerB berfungsi dalam mengkatalisis pemutusan ikatan merkuri-karbon sehingga dihasilkan senyawa organic dan ion Hg yang berupa garam tiol. Bakteri yang memiliki kedua protein merkuri reduktase (MerA) dan organomerkuri liase (MerB) disebut dengan bakteri resisten merkuri spektrum luas. Mikroorganisme yang terdapat pada daerah tercemar merkuri berperan utama untuk detoksifikasi merkuri. Oleh karena itu, mikroorganisme yang terdapat pada daerah tercemar merkuri merupakan sumber untuk isolasi bakteri resisten merkuri.
2. Penebangan hutan
Salah satu sebab utama perusakan hutan di kabupaten landak adalah penebangan hutan. Yang terjadi disini adalah penebangan hutan secara liar, tanpa memperhatikan etika lingkungan, membabat hutan hanya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.
Kayu yang di hasilkan dari penebangan di ekspor keluar pulau, misalnya ke Malaysia sebagai kayu gelondongan ataupun di tampung di suatu pabrik yang kemudian di olah menjadi bahan pembuatan perabot rumah ataupun bahan lainnya.
Walaupun aturan mengenai penebangan hutan telah di buat oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, penebangan hutan secara besar-besaran masih saja terjadi. Hal ini di karenakan keegoisan para pelaku penebangan yang hanya menginginkan uang yang di hasilkan tanpa memikirkan dampak negatifnya. Begitu juga dengan aparat penindak di lapangan, mereka sangat rapuh, tidak tegas, dan hanya dengan segumpal uang untuk menutup murut mereka, maka mereka akan diam.
Perusakan hutan berdampak pada berkurangnya komponen-komponen penyusun hutan baik biotic maupun abiotik. Komponen biotic di antaranya adalah berkurang nya jenis-jenis tanaman, berkurangnya keanekaragaman populasi beberapa spesies misalnya tupai, burung dan sebagainya. Untuk komponen abiotiknya sendiri yaitu berkurangnya unsur hara yang terkandung dalam tanah akibat terkikis oleh aliran hujan yang tidak tertahan oleh akar-akar pohon yang memang seharusnya memiliki peran seperti itu.
Selain itu secara tidak langsung pengrusakan hutan juga akan berdampak terhadap ekosistem sungai, di mana setelah hutan di tebang maka otomatis aliran air akan langsung menuju sungai, tidak ada lagi yang meresap ke dalam tanah karena terhalang oleh akar-akar dan pohon-pohon. Akibantya debit air meningkat drastis dan berpotensi menimbulkan kerusakan. Lain lagi ketika terjadi musim kemarau, sungai tidak memiliki cadangan air yang berasal dari air tanah yang tertahan karena tanaman-tanaman sehingga rentan mengalami kekeringan (debit airnya berkurang) dan berpengaruh pada ekosistem sungai tersebut karena keseimbangannya terganggu.
3. Perluasan area perkebunan kelapa sawit
Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu mata pencaharian penduduk di kabupaten Landak selain menanam padi dan perkebunan karet. Tidak bisa di pungkiri perkebunan kelapa sawit telah mendongkrak perekonomian masyarakat di sekitarnnya. Namun terlepas dari itu semua, perlu juga di ketahui dampak negatifnya seiring dengan perluasan area perkebunan kelapa sawit.
Dengan adanya perluasan area perkebunan kelapa sawit maka banyak hutan yang di garap. Hal ini berdampak pada berkurangnya keanekaragaman populasi baik hewan maupun tumbuhan yang sebelumnya menghuni daerah tersebut. Dengan menanam pohon kelapa sawit maka secara otomatis tumbuhan lain yang di rasa mengganggu akan di musnahkan. Akibatnya yang ada hanya populasi pohon kelapa sawit dan beberapa tumbuhan rumput-rumputan. Hal ini mengakibatkan hewan yang menghuni daerah tersebut pun berkurang jenisnya, karena lingkungan di situ sudah tidak mendukung untuk dapat bertahan hidup. Seperti pada kasus hutan yang di babat, maka dalam kasus ini pun kandungan unsur hara yang terkandung sangat sedikit baik dalam jenisnya maupun jumlahnya.
Upaya yang di lakukan mungkin dapat menjadi solusi adalah dengan intensifikasi area perkebunan sawit yang telah ada.
Adapun hubungan antara perluasan perkebunan kelapa sawit dengan ancaman terhadap ekosistem sungai adalah kebutuhan tanaman kelapa sawit yang sangat besar terhadap air. Hal ini tentunya tidak baik bagi persediaan air bagi sungai, di mana air yang seharusnya mengalir ke sungai akan terkonsumsi oleh kelapa sawit, sehingga debit air sungai menurun dan mempengaruhi kehidupan dan keberlangsungan ekosistem sungai.
4. Penubaan dan peracunan ikan
Penubaan adalah kegiatan mencari ikan dengan membunuh ikan menggunakan racun alami maupun buata yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kegiatan penubaan biasa dilakukan saat musim kemarau di mana debit air sungai akan menurun drastis. Para penuba tidak hanya melakukan aksinya di sungai-sungai kecil, namun sudah berani melakukan kegiatannya di sungai Landak, yang notabene adalah sungai utama di kecamatan Ngabang. Racun/tuba yang dicampurkan ke air akan membunuh semua ikan besar maupun kecil dan semua organisme yang ada sehingga ekosistem sungai menjadi rusak. Selain itu racun tersebut juga bisa membahayakan bagi manusia yang memanfaatkan air sungai yang teracuni. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa ikan hasil penubaan bisa beredar di pasar? Hal ini menandakan kurangnya pengawasan dan kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masih perlu adanya perhatian yang lebih besar dari pihak-pihak yang berwenang dalam menanggapi hal ini dan perlunya penyampaian pesan kepada masyarakat mengenai dampak buruk dari aktivitas menuba dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Dari permasalah-permasalah di atas, ada beberapa usulan yang kami ajukan sebagai solusi mengurangi ancaman terhadap ekosistem sungai di kabuaten landak, yaitu:
1. Membuka lapangan pekerjaan bagi para penambang emas dan pelaku pembalakan hutan. Di antara pekerjaan yang mungkin diajukan adalah pembuatan perkebunan kelapa sawit di daerah yang rusak sehingga lahan tersebut menjadi berfungsi dan menyerap tenaga kerja.
2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas pengrusakan hutan, PETI, penubaan, dan lainnya yang dapat menjadi ancaman bagi ekosistem sungai.
3. Mengoptimalkan peran lembaga pendidikan formal (sekolah) untuk menanamkan wawasan lingkungan sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang peduli lingkungan dan menjaga lingkungan.
4. Menerapkan aturan dan sangsi yang tegas terhadap semua bentuk ancaman terhadap ekosistem sungai, karena selama ini yang terjadi adalah belum optimalnya fungsi hukum dalam memberikan efek jera dan preventif kepada pelaku pengrusakan ekosistem.
D. Kesimpulan
Bentuk-bentuk ancaman terhadap ekosistem di Kabupaten Landak antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penambangan emas tanpa izin
2. Penebangan hutan secara liar
3. Perluasan perkebunan kelapa sawit
4. Penubaan (mencari ikan dengan cara di racun)
E. Saran
Semua masalah yang timbul dikarenakan ulah manusia yang kurang memperhatikan dan memahami prinsip-prinsip deep ekologi, maka dari itu diharapkan kepada pihak terkait lebih giat melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mencintai lingkungannya sebagai titipa anak cucu, bukan sebagai warisan nenek moyang. Selain itu juga perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai perluasan perkebunan kelapa sawit yang mengacu pada deep ekologi.
Daftar Pustaka
http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/22947/penangkapan-ikan-sungai-dengan-racun-marak
http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol6%282%29/risa.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar